Sekilas tentang terapi dengan Stem Cell
(tulisan ini bersifat ringkas dan ditujukan untuk awam, direncanakan untuk terus ditambah atau diperbaharui)
Berawal dari informasi tentang penawaran program CordLife untuk penyimpanan darah tali pusat (Umbilical Cord Blood). Disebutkan dengan menyimpan darah tersebut, akan menjadi terapi bila menderita 72 macam penyakit terkait darah.
Inti dari terapi ini adalah adanya stem cell (sel induk). Sel ini menjadi cikal bakal sel-sel tubuh manusia, dengan 2 sifat khusus. Pertama mampu mengalami perbanyakan diri tanpa mengubah ciri-ciri genetiknya, sampai berlipat-lipat kali. Kedua, mampu mengalami pematangan (differentiation) menjadi berbagai jenis sel khusus.
Dari sisi “fase”nya ada 2 sel induk. Embryonic stem cells (ESC) diperoleh dari sel-sel pada tahap blastosit (sekitar 5-7 hari setelah pembuahan). Sedangkan adult stem cells (ASC) diambil dari sumsum tulang, darah tepi dan darah tali pusat. Sebenarnya di setiap bagian tubuh terdapat stem cell, namun dari ketiga tempat tersebut yang mudah diperoleh stem cell.
Kemampuan stem cell dalam hal berdiferensiasi ditentukan oleh “umur”nya. Yang paling kuat adalah tipe EBC. Namun ada kendala etik untuk mendapatkannya. Tingkatan paling kuat disebut totipotent stem cell karena menjadi cikal bakal baik janin (embrionik) maupun komponen pendukungnya seperti plasenta (ekstra-embrionik).
Tingkatan berikutnya disebut pluripotent stem cell yang menjadi cikal bakal janin (embrionik) yang berkembang menjadi tubuh manusia. Menuju terbentuknya bagian-bagian tubuh, terbentuk 3 lapis (germ layer).
Endoderm yang paling dalam menjadi bakal organ-organ dalam seperti paru-paru, liver, usus dan pankreas. Mesodem di lapis ke dua bakal menjadi otot, tulang, tubulus ginjal dan darah. Terluar ada ektoderm yang menjadi bakal kulit, sistem syaraf, enamel gigi, lensa mata dan neural crest (jalur tempat berjalannya syaraf dari otak ke sepanjang tulang belakang). Dari ektoderm juga terbentuk sel-sel amnion dan chorion. Di luar itu, ada satu bagian germinal yang menjadi bakal sperma dan sel telur.
Pada tingkatan berikutnya, ada stem cell berdifferensiasi menjadi beberapa jenis sel. Kelompok pertama sudah bersifat spesifik seperti adiposit (sel lemak), kardiomiosit (sel jantung), kondrosit (sel tulang rawan), miosit (sel-sel otot), neuron (sel-sel otak), islet-cell (sel pankreas).
Jenis kedua sel yang bersifat multipotent karena masih mengalami diferensiasi lagi menjadi jenis lebih mature. Contoh yang paling jelas adalah sel hematopoietik yang pada perkembangannya kemudian menjadi berbagai jenis sel darah. Di bawah sel hematopoietik masih ada sel bersfiat oligopotent misalnya sel mieloid yang membentuk sel darah merah, trombosit, netrofil tetapi tidak membentuk limfosit yang termasuk kelompok non-mieloid.
Contoh penggunaan terapi stem cell yang sudah sering didengar adalah tranplantasi sumsum tulang untuk penderita keganasan hematologis seperti leukemia maupun kelainan genetik seperti thalassemia.
Semula untuk keperluan tersebut, harus dicari donor sumsum tulang dengan syarat ada kecocokan HLA (human leucocyte antigent). HLA terdiri dari 6 komponen, dan antara donor dengan resipien harus sama persis. Untuk itu sering diperoleh dari saudara kandung atau saudara kembar. Begitupun sering sulit didapatkan, di samping kendala teknis terhadap pengambilan donor melalui operasi.
Tipe transplantasi dari donor tersebut disebut allogenik. Perkembangan selanjutnya mengarah ke autolog dimana donor diusahakan dari diri pasien itu sendiri. Pada kasus leukemia misalnya, diusahakan mendapatkan sel-sel sumum tulang yang masih sehat dari penderita. Sel-sel tersebut dibiakkan di laboratorium sambil pasien menjalani kemoterapi dan radiasi untuk membersihkan sumsum tulang yang menderita kanker. Selanjutnya, sel hasil biakan dimasukkan lagi ke pasien dan diharapkan menghasilan sel-sel darah yang sehat.
Di samping stem cell dari sumsum tulang, diusahakan pula stem cell dari darah tepi dengan teknik penyaringan tertentu. Namun tidak selalu bisa didapatkan sampel autolog setelah terlanjur menderita sakit. Untuk itulah berkembang ke sumber stem cell yang lebih baik yaitu dari darah tali pusat. Stem cell dari darah tali pusat cenderung lebih baik, karena masih lebih “murni” dari perubahan ciri genetik daripada setelah tumbuh dewasa. Perubahan genetik tersebut bisa terjadi oleh pengaruh infeksi ataupun faktor lingkungan (misalnya radiasi).
Darah tali pusat juga belum mengandung sel-sel imun yang relatif matur, sehingga reaksi penolakan imunologis lebih rendah. Dengan demikian, darah tali pusat bisa ditransplantasikan ke pasien lain (tipe allogenik) tanpa harus mendapatkan kecocokan HLA 100%. Dilaporkan cukup 60% sesuai sudah mampu mencegah reaksi penolakan.
Dalam perkembangannya, tentu bukan hanya penyakit darah yang diharapkan bisa diatasi dengan terapi stem cell. Di dalam sumsum tulang, terdapat juga sel-sel non hematopoietik (disebut mesenchymal stem cell) yang menjadi bakal dari tulang, tulang rawan, jaringan lemak dan jaringan ikat.
Begitu juga dalam darah tali pusat, terdapat EPC (endothelial progenitor cell) yang menjadi bakal dari sel-sel dinding pembuluh darah. Dengan demikian, kelainan-kelainan vaskuler diharapkan bisa diatasi dengan transplantasi sel-sel EPC tersebut.
Sementara itu, di bidang lain ada perkembangan cell-transplantation. Dari suatu organ yang rusak, diambil bagian yang masih sehat. Dari sampel tersebut, dipilah-pilah sampai ditemukan sel-sel spesifik untuk masing-masing komponen (misalnya sel otot, sel kapsul/dinding organ, sel stroma).
Selanjutnya sel bakal spesifik tersebut dibiakkan dalam suatu “matriks” khusus. Setelah berkembang kemudian di”cangkok”kan ke organ yang mengalami kerusakan. “matriks” tersebut akan diserap dan digantikan oleh perkembangan jaringan yang asli.
Pada perkembangannya kemudian diusahakan teknik tissue-engineering. Pada teknik ini, sel spesifik tersebut benar-benar ditumbuhkan menjadi “bakal organ” di laboratorium. Untuk itu digunakan “biomatriks” yang diusahakan benar-benar menyerupai organ yang akan ditransplantasikan. Satu contoh adalah yang dilakukan di South Carolina dengan transplantasi kandung kemih hasil biakan di “laboratorium”.
Masalahnya, mendapatkan sel-sel sehat untuk dibiakkan dari organ yang mengalami kerusakan, sering tidak memberi hasil yang cukup. Untuk itu diperlukan dari sumber lain. Bergabunglah teknik tissue engineering dengan adanya stem cell yang berpotensi menjadi berbagai organ spesifik. Harapannya, untuk suatu kondisi organ yang sakit, akan bisa dilakukan pembiakan di laboratorium untuk kemudian ditransplantasikan.
Meskipun dengan tingkat penolakan yang ringan, tetap saja stem cell dari darah tali pusat berpotensi ditolak saat ditransplantasikan. Agar tingkat penolakan benar-benar minimal, maka dilakukan teknik kloning dikombinasikan dengan teknik tissue engineering.
Tekniknya adalah “somatic cell nuclear transfer”. Dalam tubuh manusia terdapat dua jenis sel : somatik dan kelamin. Inti sel somatik dari bagian tubuh pasien yang menderita suatu penyakit (misalnya sel liver, sel ginjal, sel jantung), ditanamkan pada sel telur yang belum dibuahi. Selanjutnya sel telur tersebut dibiakkan sesuai dengan kebutuhan organ. Setelah berkembang, kemudian dilakukan transplantasi ke tubuh pasien tersebut.
Namun banyak dari perkembangan tersebut masih berupa harapan, meski hasil-hasil di laboratorium cukup baik. Masalah pertama, apakah apa yang diperoleh secara in-vitro (laboratorium) tersebut benar-benar sama dengan capaian in-vivo (di dalam tubuh). Dan masalah terbesar adalah perdebatan soal etika.
Semoga saja, kita terhindar dari “playing God”. Subhanallah …
(diolah dari beragai sumber, sambil menunggu update. Gambar diambil dari jurnal).