“Uji Cocok Serasi”

(Ditulis 8 November 2013)

Seri Layanan Darah (1)Untuk memastikan bahwa proses transfusi aman, dilakukan serangkaian proses pemeriksaan pra-transfusi. Inti dari proses itu adalah menguji apakah antara darah pasien dan donor yang akan ditransfusikan benar-benar cocok dan serasi. Bila terjadi ketidak cocokan dan ketidak serasian, maka timbul risiko bila ditransfusikan. Bisa berupa reaksi yang ringan, semacam gatal-gatal dan demam. Bisa juga sampai menimbulkan sesak nafas bahkan kematian.

 Uji pertama kecocokan dimulai dari memeriksa apakah keduanya se”golongan”. Tentu harapannya adalah menemukan yang segolongan. Hanya pada kondisi ekstrem tertentu saja, ada klausul yang memaksa untuk justru menggunakan darah lain golongan. Bila sudah “cocok” golongannya, masih harus diteruskan dengan uji ke”serasi”an. Proses uji keserasian ini dilakukan secara bertahap. Pertama, dilakukan pencampuran secara langsung apa adanya, dan dilihat reaksinya. Tujuannya mendeteksi adanya interaksi antigen-antibodi yang secara alami memang menimbulkan ketidak serasian.

Bila lolos, diteruskan fase kedua dengan menambahkan bovine albumin dan diberi penghangatan (inkubasi sesuai suhu tubuh). Tujuannya mendeteksi adanya ikatan antigen dengan antibodi-antibodi yang awalnya masih tersembunyi. Setelah tersensitisasi, antibodi itu muncul dan aktif, sehingga berisika menimbulkan ketidak serasian. Bila lolos lagi, masih harus menjalani uji ketiga dengan melakukan inkubasi dan menambahkan Serum Coombs yang berisi anti-human-globulin. Tujuannya mendeteksi antibodi tersembunyi yang sebenarnya dalam kondisi normal bersifat tidak aktif dan tidak berpotensi fatal. Karena inkubasi dan sensitisasi, antibodi itu bisa menjadi aktif, namun tetap belum menimbulkan ketidak serasian. Penambahan Serum Coombs yang kemudian “menjembatani” sehingga timbul ketidak serasian.

Masih ada lagi catatan bahwa pada ketiga tahapan itu, diberi perlakuan “goncangan berputar” berupa sentrifugasi. Langkah ini untuk menguji seberapa besar “daya tahan” keserasian. Semua itu merupakan upaya untuk mensimulasikan berbagai kondisi yang mungkin terjadi bila darah donor benar-benar ditransfusikan. Hanya yang lolos ketiga tahap itu yang dinyatakan aman. Begitupun, ketika darah donor benar-benar ditransfusikan, tetap masih ada risiko, sehingga tetap diperlukan kehati-hatian dan kewaspadaan. Risiko reaksi transfusi pun tidak hanya yang timbul segera atau sesaat setelah ditransfusikan. Bahkan ada risiko yang baru timbul beberapa lama kemudian.

Dalam hidup sehari-hari, untuk berteman, bersahabat dan terutama membentuk keluarga, seringkali kita sudah berhenti hati-hati saat merasa “cocok”. Kita sering terhenti untuk tidak lagi waspada pada saat merasa “sudah segolongan, sudah setara, sudah sederajat, sama-sama sekolah tinggi, sama-sama bekerja yang mapan” dan banyak hal yang “setara” lainnya. Untuk kemudian bisa diharapkan kebersamaan itu bertahan lama, ternyata kita perlu menguji ke”serasi”annya. Ujian itupun bertahap, berjenjang, bervariasi dan berulang bahkan ketika kemudian membaur dalam hidup bermasyarakat.

Pada setiap jenjang dan tahapan, akan ada ujian. Ada darah yang sudah cocok golongan darahnya, ternyata harus gugur baru pada uji keserasian fase pertama. Akibatnya hanya bertahan singkat, tanpa kelanjutan.

Di masa selanjutnya, ada ujian yang bentuknya menyenangkan. Mirip dengan penambahan bovine albumin dan penghangatan darah. Bentuknya bisa harta bertambah, jabatan meninggi, anak-anak menyenangkan atau kemesraan yang seolah tak pernah hilang. Tanpa sadar, kondisi menyenangkan ini bisa membuat kita terlena. Saat mengalami goncangan, muncullah “antibodi tersembunyi” yang berisiko mengoyak keserasian.

Kadang pula muncul godaan “dari pihak luar” sebagaimana penambahan Serum Coombs. Sebenarnya wajar bila ada perbedaan, karena tentu saja tidak pernah ada yang benar-benar sama. Namun perbedaan itu sebenarnya telah dapat diterima dan tidak menimbulkan masalah. Baru setelah ada “dari luar”, perbedaan itu menjadi masalah dan mengancam keserasian.

Bahkan setelah kemudian membaur dalam hidup yang sebenarnya di masyarakat, risiko yag mengancam keserasian itu masih ada. Kita harus tetap hati-hati dan waspada. Namun minimal, bila fase-fase ujian “internal” itu sudah kita lalui, risiko yang tersisa makin kecil dan kita makin percaya diri menghadapinya.

Mari hadapi ujian dan pelihara keserasian kita.

Renungan 8 November 2013 untuk istriku Asri Handayani.