Marhaban ya Ramadhan …
Hari ini kita memulai Ramadhan 1430 H (2009). Tadi setelah sahur menunggu subuh, saya menulis suatu renungan berjudul Pukulan ke 100 itu. Terpikir kemudian, saya – semoga tidak termasuk Anda – tanpa sadar terjebak pada pola pikir yang sama ketika menghadapi Ramadhan.
Selama ini, kita lihat bahwa memasuki Ramadhan, semangat kita beribadah begitu menggelora. Masjid penuh sesak kadang sampai tidak cukup memuat jamaah. Mushaf Al Qur’an yang selama ini “jadi hiasan” – kadang sampai berdebu – sekarang dibuka. Target “meng-khatamkan” selama Ramadhan sering terpancang di awal bulan. Menakjubkan!
Saya – sekali lagi semoga tidak termasuk Anda – seolah berpikir mirip peribahasa “panas setahun dibayar hujan sehari”. Bukan berarti peribahasa itu salah, saya yang salah menerjemahkannya. Seolah-olah, 11 bulan sebelumnya itu cerita lalu. Yang penting 1 bulan Ramadhan ini kita bersungguh-sungguh.
Padahal, yang terpikir oleh saya sekarang, 1 bulan itu hanya seperti “pukulan ke 100” di tulisan sebelumnya. Saya tidak bermaksud mengurangi keluhuran Bulan Ramadhan. Tetapi sebenarnyalah, suatu yang absurd bila kita lantas berpikir, mau seperti apapun 11 bulan sebelumnya, yang penting Ramadhan kita “baik-baik”. Saya menjadi sadar sekarang bahwa seharusnya 11 bulan sebelumnya itu pun penuh usaha, penuh ibadah. Memasuki bulan Ramadhan, kita tinggal “tancap gas” untuk memaksimalkan hasil menjelang garis finish. Dengan demikian, perjuangan 11 bulan sebelumnya itu akan tersempurnakan pada bulan Ramadhan.
Sungguh, ternyata banyak jalan menyadarkan kita. Karena menulis tulisan sebelumnya itu, saya tersadarkan oleh kesalahan selama ini. Semoga momentum kesadaran itu akan terus berdenyut dan makin kencang.
Saya berdoa semoga kita berhasil menyempurnakan perjuangan ibadah tahun ini dengan bersungguh-sungguh menjalani Bulan Ramadhan. Amin.
Selamat ber-Ramadhan!